Sutarto (56) mempersiapkan masa pensiunnya dengan terencana. Setelah tidak aktif dinas di TNI Angkatan Laut, Sutarto yang pernah mengajar di Lemhannas ini membangun rumah kos di atas lahan seluas 1.450 meter persegi di Kelurahan Pondok Cina, Kecamatan Beji, Kota Depok.
Beroperasi sejak tiga tahun silam, rumah kos yang diberi nama Griya Nafan’s itu berlantai dua dan memiliki 87 kamar. "Saya dan istri sudah memikirkan masa depan. Bisnis kos tak pernah rugi, dan stabil. Lagi pula, ini bukan bisnis murni karena secara tak langsung ikut membangun bangsa," ungkap Sutarto dalam percakapan dengan Kompas pertengahan Mei lalu.
Sutarto yang terakhir berpangkat laksamana muda itu menerapkan pengawasan ketat di rumah kos yang dikhususkan untuk putri itu. Mereka yang pulang di atas pukul 22.00 diwajibkan melapor ke penjaga di gerbang. "Saya biasakan mereka hidup disiplin. Saya tak ingin terjadi sesuatu pada mereka. Kalau ada masalah, dapat cepat diselesaikan," kata lelaki kelahiran Sragen, Jawa Tengah, itu sambil menyebut bahwa 30 persen orangtua penghuni kosnya tinggal di Jakarta.
Dititipi anak
Menurut Sutarto yang masuk Akademi Angkatan Laut tahun 1973 itu, ia merasa dititipi anak, apalagi anak perempuan, sehingga ia menganggap anak-anak kos itu anaknya sendiri. Ia menyempatkan diri datang, mengontrol, mengawasi anak-anak kos agar orangtua mereka tidak waswas, terutama mereka yang berasal dari luar kota. Karena itu, ia sering bolak-balik dari rumahnya di Pondok Cibubur, Cimanggis, ke rumah kos miliknya di Pondok Cina.
Lokasi rumah kosnya tak jauh dari Jalan Margonda Raya, jalan utama di Kota Depok. Juga tidak jauh dari pusat perbelanjaan Margo City, Depok Town Square, dan Toko Buku Gramedia.
"Lokasi strategis inilah yang membuat rumah kos ini jarang sepi karena aksesnya mudah. Mahasiswa UI yang membawa kendaraan sendiri dapat lewat Jalan Margonda ke gerbang utama UI. Kalau yang berjalan kaki, lewat belakang, melalui pintu Stasiun UI. Mahasiswa Gunadarma pun cukup berjalan kaki menuju kampus di Margonda, naik kendaraan ke kampus di Kelapa Dua. Selain itu, kami utamakan kenyamanan dan keamanan," paparnya.
Dari 87 kamar yang harga sewa per kamar Rp 325.000 per bulan, saat itu terisi 84 kamar. Artinya, pendapatan sebulannya Rp 27,3 juta. Jika dikurangi biaya operasional sekitar Rp 10 juta untuk gaji pegawai dan perawatan, ia memperoleh pendapatan bersih sekitar Rp 17 juta!
Pembayaran biaya kos ditentukan antara tanggal 1 sampai 10. Jika lewat tanggal 10, penghuni kos wajib membayar denda. Hari pertama Rp 10.000, selanjutnya setiap hari Rp 5.000. Sistem pembayaran dilakukan melalui ATM BCA, BII, dan Bank Mandiri. "Ini untuk mengurangi kesibukan administrasi keuangan," kata Sutarto, yang memiliki lima pegawai.
Rumah kos itu juga membuka kantin agar makanan dan minuman terjaga kebersihannya. Penghuni kos dapat mengambil sendiri dan cukup membayar Rp 3.000-Rp 5.000 sekali makan. Kantin itu dibuka pukul 06.00-22.00.
Sutarto yang menjalankan bisnis bersama istrinya, Ny Endang Pertiwi (53), juga membangun Bale Bengong atau semacam saung untuk mahasiswa beristirahat sambil menunggu jam kuliah berikutnya.
Selain berbisnis rumah kos, Sutarto yang memiliki dua putra ini juga menjalankan usaha penangkapan ikan tuna di Bali, sesuai dengan latar belakangnya. "Yang penting, kita harus selalu bersyukur dan menikmati hidup. Tak boleh ngoyo. Kalau dapat membantu orang lain, saya bahagia," katanya tentang filosofi hidupnya. (KSP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar