Senin, 24 September 2007

Susah Senang Kuliah di Luar Negeri

“Teman saya bulan depan akan meneruskan kuliah di Inggris”,

“Saya dapat beasiswa lho untuk belajar ke Jepang...”

Bagi teman-teman yang belum pernah merasakan kuliah di luar negeri mungkin sebagian berfikir alangkah senangnya apabila kitapun dapat tinggal dan mencoba kehidupan di negeri orang.

Tetapi tinggal di negeri asing bukanlah senikmat yang kita bayangkan ketika mendengar ekspresi-ekspresi diatas, karena dimanapun kita memijakkan kaki kita, disana akan ada tantangan hidup, yang mungkin berbeda-beda menurut tempat dan zamannya.



Contohnya adalah kehidupan yang saya pernah alami di dua negara yang berbeda, yang pertama adalah Jepang, yang cukup jauh perbedaan budaya dengan negara kita, dan kedua adalah di Malaysia, dimana budayanya hanya bagaikan jari tengah dan jari telunjuk dengan Indonesia.

Salah satu keuntungan yang mungkin dirasakan paling besar dengan berkuliah di luar negeri adalah kepuasan rasa keingintahuan sifat remaja kita terhadap hal-hal yang baru. Kita akan terheran-heran dan terkagum-kagum dengan perbedaan alam, budaya, dan teknologi negeri asing dan kampung kita.

Misalnya hawa dingin yang menusuk kulit di Asrama ketika menjejakkan kaki keluar dari mobil penjemput yang menjemput kami di Kansai International Airport Jepang meninggalkan kesan yang susah untuk dilupakan. Begitu pula indahnya bunga sakura di musim semi, langit biru dan suara serangga di musim panas, cantiknya warna kuning pohon ichou dan warna merah menyala daun momiji di musim semi, serta lembut dan putihnya salju yang turun di musim dingin, akan memahat kenangan di memori kita yang tidak lekang dimakan waktu.

Atau kata-kata 'Ohayou!', 'Itadakimasu!', 'Ittekimasu', 'Tadaima!', 'Arigatou!', 'Gomen!', 'Tak payah lah', 'Wah shiok lah!', akan terbentuk di lidah kita secara alami sekaku jins yang belum pernah dicuci. Atau kebiasaan mengantri di depan tiket vendor, memasukkan tiket kereta di mesin wicket, membeli minuman di vending machine, masuk perpustakaan dengan menggunakan id card, akan membuat kita tersenyum-senyum apabila teringat perbedaannya dengan budaya dan teknologi di negeri kita.

Dari segi pendidikan juga kita mendapatkan fasilitas yang mungkin jauh lebih baik daripada fasilitas pendidikan di negeri kita, yang memungkinkan kita dapat belajar lebih baik dan lebih dalam. Seperti perpustakaan dengan koleksi yang lebih banyak, akses-akses jurnal mancanegara, dan tentu saja sebagian pengajar dan pensyarah yang mungkin lebih mumpuni daripada yang kita dapat di negeri kita.

Dan mungkin yang terpenting adalah pengalaman yang kita dapatkan sebagai pelajar asing di negeri orang. Kita akan terbiasa berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan cara berfikir, sehingga menambah kemampuan kita untuk mengenal dan memahami orientasi berfikir manusia-manusia yang berbeda.

Tetapi semua faktor tersebut merupakan pedang bermata dua yang justru dapat menjadi boomerang bagi diri kita.

Mengenai diri, rasa keingintahuan diatas mungkin menjadi faktor yang mengalihkan diri dari tujuan utama yaitu belajar, dan teknologi yang justru melenakan kita dari tugas tersebut. Misalnya biaya, tenaga dan waktu yang dihabiskan untuk bermain-main permainan canggih atau hobi yang 'distinguished.'

Atau mengenai kehidupan kita, dimana kita harus terbiasa dengan lingkungan baru, umapama lingkungan jepang dimana kita tidak dapat makan sebebas di negeri kita, karena makanan mereka yang tidak halal, atau pembagian waktu yang tidak serasi menyebabkan benturan-benturan antara berbagai kebutuhan, seperti jam tidur yang harus berkurang karena budaya lembur di negeri orang, atau kepanasan di musim panas.

Terakhir dan terpenting menurut saya adalah ancaman terhadap agama, secara umum adalah sifat 'liar' kita yang merupakan tabiat yang muncul apabila tinggal di lingkungan yang sama sekali asing, dan secara khusus adalah godaan-godaan yang timbul terutama apabila kita tinggal di Negara yang bebas pergaulan dan ramai kesyirikan.

Ditambah lagi tantangan-tantangan masalah baru dengan tinggal di negeri-negeri asing yang belum kita ketahui dan harus kita pelajari hukumnya dalam agama kita. Dari masalah sholat, misalnya adalah masalah bagaimana mendirikan jamaah, waktu sholat, sholat jumat, sholat id, dsb. Lagi masalah puasa, kapan memulai, kapan berbuka. Masalah zakat yakni berapa zakat yang seharusnya dibayar, kepada siapa, dan dengan apa. Masalah haji, masalah makanan, masalah pergaulan, dan banyak masalah lain.

Masih banyak lagi faktor-faktor, baik yang mendukung maupun yang buruk, yang harus menjadi pertimbangan dan dipersiapkan bagi mereka yang berfikir untuk belajar di luar negeri. Karena itu belajar di luar negeri merupakan sesuatu pilihan seperti halnya pilihan bidang yang akan kita tekuni, yakni baik bagi sebagian orang yang siap dan mempunyai kemampuan, tetapi bencana bagi sebagian lain yang jauh dari siap ataupun mampu, dimana mereka mungkin akan lebih maju dan berhasil dengan belajar di negeri sendiri.

sumber:
http://www.pmij.org/index.php/content/view/191/

Tidak ada komentar: