Berhasil mendapat beasiswa ke Jepang. Menguatkan iman menghadapi banyaknya godaan.
“Jangan sampai putus gelombang hubungan dengan Tuhan,” kata Vera Rina Dewi ketika Nebula menanyakan kiat sukses sekolah di luar negeri. Ibu tiga anak yang pernah mendapat beasiswa sekolah di Jepang itu punya beberapa catatan untuk diwaspadai.
Pertama, pintu pergaulan bebas terbuka lebar di Negeri Sakura itu. Masyarakat di sana menganggap seks pranikah bukan perbuatan tabu. Jika seseorang menyukai lawan jenisnya, padahal baru bertemu sekali, dia tidak akan canggung memberi kunci apartemennya ke orang tersebut.
Kerap kali Vera mendengar suara-suara mencurigakan jika berada di kamar. “Dinding–dinding bangunan di sana tipis, seperti triplek. Makanya saya sering dengar suara-suara ‘aneh’. Dan itu sudah biasa mereka lakukan. Orangnya pun ganti-ganti,” kata Vera.
Karenanya, wajar saja jika kepala sekolah SMP Islam Darul Jannah Cibinong, itu mengharuskan mahasiswa Indonesia yang hendak kuliah di sana mempertebal iman dan berpasrah diri kepada Tuhan. “Hanya itu yang bisa saya lakukan. Namun, sampai lulus, saya aman-aman saja di sana,” kata kelahiran Jakarta Juni 1969 itu.
Ia menambahkan, banyak mahasiswa Indonesia yang sekolah di Jepang hanya mendapat ijazah. Ironisnya, gaya hidup di Jepang dibawanya ke Tanah Air. “Teman saya ada yang begitu. Mumpung mendapat beasiswa, ia menyeburkan diri ke kehidupan anak muda Jepang yang buruk-buruknya saja,” kata lulusan sastra Jepang Unpad itu.
Kedua, dalam hal makanan. Di Jepang, makanan yang tersedia tidak ada keterangan halal atau haram. Itu jelas menyulitkan kaum muslim ketika hendak makan di luar rumah. “Akhirnya, banyak orang kita yang lama-kelamaan tidak memedulikan status makanan. Untuk menyiasatinya, sering-seringlah berhubungan dengan Persatuan Pelajar Indonesia di sana. Di situ banyak informasi tentang kehalalan suatu makanan,” ujar Vera.
Namun, diakui Vera, masyarakat Jepang sangat toleran dalam kehidupan beragama. Semua temannya tidak mempermasalahkan kerudung yang ia pakai setiap hari. Bahkan, beberapa temannya sering memerhatikan Vera ketika sedang solat. Setelah selesai, mereka menanyakan makna dari setiap gerakan solat.
Selain toleran, masyarakat Jepang juga sudah menjalankan tujuh nilai dasar seperti yang diajarkan ESQ. Misalnya, kejujuran mereka junjung tinggi. Tak heran jika korupsi jarang terjadi. Mereka juga peduli terhadap orang lain. Jika kita bertanya tentang satu tempat, mereka akan menjelaskan secara rinci tempat tersebut. Bahkan, mereka dengan senang hati mengantarkan kita.
Vera berangkat ke Jepang pada 2002. Ia mendapat beasiswa dari Mombugakusho—Depdiknasnya Jepang. Dari 300 orang yang mendaftar, hanya 12 orang yang dinyatakan lulus. Berikutnya, ke-12 orang itu disaring lagi menjadi 10 orang. Vera kuliah di Tokyo University of Foreign Studies Jurusan Teacher Training. Pertengahan 2003, ia kembali ke Indonesia dengan sertifikat lulus memuaskan. Sekarang, ilmu yang ia dapat diterapkan ke anak-anak didiknya di SMP Darul Jannah. HANAFI HARRIS PUTRA HASIBUAN, gobang_gode@yahoo.com
sumber:
http://www.nebula165.com/artikel_dtl.php?id=168
Minggu, 23 September 2007
Pengalaman dari Negeri Sakura
Diposting oleh ABU UKASYAH di 07.34
Label: serba jepang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar