Sabtu, 15 September 2007

Catatan Singkat mencari beasiswa

Motivasi yang kuat. Mungkin itu hal pertama yang perlu ditanamkan kalau ingin mendapat peluang beasiswa ke luar negeri. Berkali-kali saya gagal melamar beasiswa dan bahkan sampai

hampir patah semangat. Saya tidak ingat sudah berapa kali mendapatkan 'surat cinta' penolakan beasiswa yang saya lamar. Tapi pada akhirnya saya bulatkan tekad saya dan saya teguhkan hati untuk terus mencoba. Mulai dari beasiswa-beasiswa dalam negeri dan juga luar negeri saya coba. Saya coba kontak dengan teman-teman yang sudah pernah mendapatkan beasiswa dan bagaimana mereka bisa mendapatkan beasiswa. Saya bertanya bagaimana membuat CV, "statement of purpose" dan surat lamaran.

Saya juga mendapatkan informasi dari orang-orang yang saya tidak kenal sebelumnya. Banyak kejadian aneh yang terjadi tanpa saya rencanakan sebelumnya, tapi menjadi tonggak-tonggak yang membantu saya mendapatkan beasiswa.

Seorang profesor dari Ohio University, US yang kebetulan sedang riset di Indonesia berperan banyak dalam memperbaiki "statement of purpose" saya untuk melamar S2. Ceritanya saya waktu itu mendapatkan nomer kontak beliau dari temannya bapak saya. Jadi profesor ini adalah teman dari temannya bapak. Saya beranikan untuk kontak beliau dan tanya-tanya tentang proses mendapatkan beasiswa. Kebetulan saya waktu itu mendapat tugas dari kantor ke Jakarta, jadi saya mengusahakan mampir ke apartemennya. Beliau sebenarnya takut untuk saya temuin karena waktu itu adalah bulan Oktober tahun 2002 , beberapa hari sesudah kejadian Bom Bali 1. Orang asing seperti beliau, notabene dari US, tentu takut untuk didatangin orang yang tidak dia kenal, apalagi pada masa-masa rawan seperti itu. Tapi akhirnya setelah kami bertemu, dia senang melihat antusiasme saya dan bersedia untuk membantu melihat dan memperbaiki penulisan CV dan statement of purpose saya (bukan membuatkan lho, hehehe).

Testimonial seorang teman di milist beasiswa tahun 2003 tentang bagaimana dia mendapatkan beasiswa dengan berbagai kesulitan (yang masih saya simpan sampai sekarang) memberikan semangat kepada saya untuk terus mencoba. Saya akhirnya kontak-kontak teman-teman yang ada di milist beasiswa tentang macam-macam, di antaranya: bagaimana tinggal di luar negeri, bagaimana menyesuaikan dengan makanan di sana, bagaimana keadaan kampus dan proses belajarnya. Lama kelamaan semakin banyak informasi yang saya peroleh membuat impian saya untuk belajar ke luar negeri semakin menggebu-gebu. Saya ingat berkali-kali saya harus ke Jakarta untuk mengambil tes TOEFL karena TOEFL saya masih rendah waktu itu. Gaji saya dari pekerjaan habisnya persiapan TOEFL dan ongkos-ongkos (hehehe). Bahkan saya harus berhenti bekerja dari konsultan karena ingin fokus belajar TOEFL. Makanya TOEFL itu penting banget lho. Kalau saya ingat lagi sekarang, TOEFL itu ibarat separuh jalan mendapatkan beasiswa.

Tahun 2003 sebenarnya saya sudah menjadi cadangan untuk beasiswa NFP untuk studi di ITC, Enschede, Belanda. Tapi pada akhirnya gagal juga walau sampai sudah bikin paspor segala karena katanya diperlukan untuk sewaktu-waktu bikin visa. Sampai-sampai harus fax paspornya ke Belanda, telpon-telpon ke Belanda. Akhirnya ceritanya memang lain, saya tidak dapat juga. Terus karena keinginan sekolah udah kadung diubun-ubun, saya akhirnya putuskan saya ambil sekolah lagi di ITB. Sambil S2, saya terus mempelajari TOEFL dan persiapan buat tes-tesnya. Saya tanya kanan kiri, siapa saja yang pengalaman TOEFL dan banyak beli buku-buku TOEFL.

Begitu ceritanya, akhirnya tahun 2004 saya mendapatkan nilai TOEFL yang pas untuk melamar beasiswa. Saya kemudian melamar STUNED (setelah ke sekian kalinya jika dihitung melamar beasiswa yang lain) dan akhirnya diterima tahun itu juga. Mendapatkan email respon dari STUNED, ceritanya saya mendapat cadangan di tahun 2004 itu. Wah cadangan lagi nih (bisa-bisa ceritanya sama dengan tahun 2003 saya pikir). Tapi saya berdoa dan mohon kekuatan Tuhan, apapun jadinya, saya siap. Mau di ITB atau dimanapun kalau memang demikian saya akan jalanin deh.

Suatu kali di hari jumat pada pertengahan bulan Juni 2004, saya masih ingat itu. Saya ditelepon dari NEC Jakarta (nomernya saya simpan), saya dipanggil untuk interview beasiswa STUNED. Benar-benar hampir tidak percaya waktu itu, karena status saya masih cadangan. Akhirnya saya datang ke Jakarta untuk interview dan malamnya saya mendapatkan email dari STUNED yang menyatakan saya mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan master di ITC. Ya akhirnya saya tinggalkan S2 saya di ITB dan melanjut ke ITC bulan September tahun 2004.

Untuk teman-teman yang sedang mencoba mencari beasiswa, saya sarankan terus semangat untuk mencoba. Dan tentunya terus juga berdoa. Yakinkanlah di mana ada kemauan di situ ada jalan dan bahwa kegagalan adalah sukses yang tertunda. Ingatlah bahwa itu semua bukan karena kekuatan kita, tapi karena Tuhan yang menolong. Sukses selalu.
sumber:http://www.geocities.com/asadayana/testimoni.html

Tidak ada komentar: